Negara Kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya merupakan sebuah Negara maritim yang sangat besar, Negara yag terdiri dari ribuan pulau yang dikelilingi oleh dua samudra, samudra hindia dan samudra pasifik (Tanjung, 2023) oleh karena itu potensi ekonomi dari hasil bahari Indonesia seharusnya sangatlah besar, tetapi sangat ironi jika kita lihat kondisi ekonomi para nelayan dan kondisi kampung nelayan yang cenderung kumuh dan jauh dari kata (Ikhsan, 2024) Sejahtera padahal nelayan merupakan tombak utama garis depan kesuksesan sebuah Negara maritim yang besar (Rachman, 2013).

Laut Indonesia memiliki angka potensi lestari sebesar 6,4 juta ton per tahun. Berdasarkan aturan internasional, jumlah tangkapan yang diperbolehkan ialah 80% dari potensi lestari tersebut atau sekitar 5,12 juta ton per tahun (Suci et al., 2023) kenyataanya, jumlah tangkapan ikan di Indonesia mencapai 5,4 juta ton per tahun. Ini berarti masih ada peluang untuk meningkatkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, yaitu sebesar 720.000 ton per tahun (Paembong et al., 2023). Ironis nya laut Indonesia kadang terkecoh dengan masuknya kapal-kapal pencuri dari Negara lain dengan menggunakan pukat harimau yang jelas jelas sangat dilarang untuk menangkap ikan di perairan Indonesia (Geovani, n.d.2023). Dengan potensi laut yang sangatlah besar dan belimpah dan dengan jumlah target tangkapan masih kurang dari potensi tangkapan yang dibolehkan menurut aturan internasional, dari fakta tersebut seharusnya nelayan Indonesia lebih sejahtera walaupun dalam realita nyata nya tidak sesuai (Sasmita, 2021).

Jika dihitung secara matematis jika dijumlahkan hasil tangkapan sejumlah 5,12 ton dengan bentang luas laut yang dimiliki Indonesia dan Jumlah nelayan yang dimiliki ditambah dengan produk hasil olahan yang dikembangkan sendiri, hasil nya akan lebih besar dari produksi hasil bahari dari Negara lain di dunia (Royandi,2019).

Indonesia sebagai Negara maritim harusnya menjadi produsen hasil laut, bukan menjadi konsumen di Negara sendiri. Pembentukan kampung nelayan terpadu hampir sama dengan pembentukan kelompok tani, yaitu nelayan dalam satu (Retnowati, 2011) desa dibentuk beberapa sentra produsen pengolahan hasil laut, seperti sentra pembuatan dendeng ikan bumbu, sentra pembuatan jambal roti dan sentra pembuatan kerupuk kulit ikan dan lain sebagian hasil menangkap ikan nelayan dibagi di tempat pelelangan dan dibagi kedalam kelompok nelayan terpadu untuk dipilah masuk kategori sentra pembuatan produk tertentu (Ramadhan et al.,2017).

Pada umum nya nelayan di Indonesia mayoritas hanya menangkap ikan kemudian menjual nya, tanpa ada keterampilan khusus sebagai wiraswasta yang tidak hanya menangkap ikan(Sasmita, 2021). Kemudian menjual nya, tetapi dapat mengembangkan dengan mengolah ikan menjadi beberapa produk sehingga dapat menjadi penghasilan tambahan dan membuat nelayan itu sendiri menjadi seahtera masalah inilah yang menjadi momok bagi para nelayan (Sari et al., 2015). Karena nelayan tidak selalu pergi melaut, cuaca tak menentu salah satu sebabnya, ketika cuaca buruk otomatis nelayan tidak pergi melaut dan jika nelayan tidak melaut menangkap ikan maka penghasilan pun menurun bahkan tidak ada sama sekali pendapatan, inilah yang membuat mayoritas nelayan di Indonesia kurang Sejahtera (N. P. Sari, 2020)

Dalam persoalan ekonomi nelayan, salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli nelayan adalah NTN atau Nilai Tukar Nelayan. Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk perikanan tangkap dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Nilai Tukar Nelayan (NTN) adalah perbandingan indeks harga yang diterima nelayan terhadap indeks harga yang dibayar nelayan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur (2023), dari enam provinsi di Pulau Jawa yang melakukan penghitungan NTN pada bulan November 2023, lima provinsi mengalami penurunan NTN, dan satu provinsi mengalami kenaikan NTN. Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang mengalami penurunan NTN tertinggi, yaitu sebesar 2,18 persen, lalu disusul Provinsi Jawa Timur turun 1,82 persen, Provinsi Jawa Tengah turun 0,43 persen, Provinsi Banten turun 0,31 persen, dan Provinsi Jawa Barat turun 0,03 persen. Adapun Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta naik 0,18 persen (Badan Pusat Statistik, 2023).

Terdapat studi yang dilakukan oleh Azwira Rahim (2023) di pulau Kodingareng Lompo Makassar. Pulau Kodingareng berlokasi di Kecamatan Sengkarrang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Di pulau ini, sekitar 70% penduduk menggantungkan hidupnya dari aktivitas nelayan. Sektor perikanan membuat masyarakat di sekitaran pulau Kodingareng bisa melanjutkan kehidupan dan meningkatkan pertumbuhan ekenomi mereka. Tapi dengan hadirnya kegiatan reklamasi disekitaran pulau Kodingareng Lompo Makassar membuat hasil produksi nelayan menurun. Adanya kegiatan penambangan pasir disekitaran pulau Kodingareng membuat aktivitas melaut nelayan terganggu. Sehingga masyarakat nelayan Kodingareng mendesak pemerintah untuk menghentikan aktivitas penambangan pasir secara permanen di dekat wilayah pulau kodingareng. Karena dampak dari penambangan tersebut begitu signifikan terhadap pendapatan masyarakat.

Kepulauan Masaloka Kabupaten Bombana, tepatnya di desa Masaloka Selatan, mayoritas masyarakatnya adalah seorang nelayan tradisional. Mereka melakukan penangkapan ikan dengan peralatan yang masih sangat sederhana dan dianggap tradisisional. Peralatan tangkap yang digunakan adalah ketinting atau kapal dan pancing atau jaring berukuran mini (pendek dan kecil). Dari segi sumber daya perikanan di wilayah tersebut, bisa dikatakan cukup besar dan bisa memberikan harapan bagi peningkatan kesejahteraan hidup nelayan. Akan tetapi, kenyataaannya sampai saat ini nelayan di desa ini masih tetap hidup dalam kemisikinan. Hal ini disebabkan karena minimnya modal yang dimiliki oleh nelayan, tekanan dari pemilik modal, sistem bagi hasil yang tidak adil, perdagangan atau pelelangan ikan yang tidak transparan (dikuasai tengkulak) dan otoritas setempat tidak punya wibawa untuk mengatur dan menegakkan aturan. Kondisi kemiskinan yang dialami nelayan menyebabkan mereka rentan terkena konflik dan hanya dijadikan sebagai objek (Sriwulandari, 2023).

Salah satu desa yang memiliki sistem kampung nelayan terpadu ada di wilayah jawa barat yaitu Kabupaten Indramayu tepatnya di desa Eretan Kecamatan Kandanghaur, sistem wirausaha pengolahan ikan di desa ini sudah berjalan dengan baik, banyak nelayan yang hidup berkecukupan dikarenakan penghasilan tidak hanya dari hasil menangkap ikan tapi dari pengolahan ikan yang ditangkap, produk hasil olahan nelayan tersebut telah dipasarkan ke hampir seluruh wilayah Indonesia bahkan telah merambah pasar mancanegara terutama jepang, China dan Taiwan. Dengan Potensi wirausaha yang tumbuh, maka potensi keanekaragaman pangan yang baru dan unik pun akan bermunculan, salah satu Produk pangan unik dan baru yang muncul dari kampung nelayan terpadu Desa Eretan, adalah Keripik Siput laut yang bahkan sudah di pasarkan hingga mancanegara. Dengan IPM yang Indonesia punya, dan program seperti ini yang terlaksanakan dengan baik, bukan tidak mungkin dimasa yang akan datang Indonesia menjadi salah satu Produsen Terbesar Produk-produk bahari yang unggul dan berdaya saing, dan memiliki nelayan yang sejahtera.

Kemudian hasil sortir dikerjakan oleh pengrajin yang basanya istri dari para nelayan tersebut kemudian hasil nya disalurkan ke Koperasi,UMKM bahkan di Export. Dengan sistem tersebut, penulis yakin dengan nelayan yang berwirausaha akan menambah penghasilan dan menambah kesejahteraan bagi para nelayan khusus nya di Indonesia, wirausaha/wiraswasta dapat menjadi alternative dikala keadaan laut yang kurang bersahabat, dan akan sangat produktif bagi nelayan dalam menunggu waktu untuk melaut, bukan hanya sebagai sampingan mata pencaharian tetapi keduanya harus berjalan dengan selaras sehingga mewujudkan kampung nelayan terpadu.

Sehingga bukan tidak mungkin kampung nelayan terpadu akan menjadi alternatif wisata edukasi bahari dikemudian hari, menjadi sebuah kampung nelayan terpadu juga akan membuat istilah “one village one product” akan terlaksana (Piliang & Utomo, 2021). One village one product sendiri akan terwujud jika suatu tempat atau daerah dalam ruang lingkup kecil/desa memiliki sebuah produk yang dihasilkan dan menjadikanya ciri khas sebuah daerah tersendiri, biasa nya dihasilkan oleh wirausaha yang mengangkat sebuah produk asli dari wilayah tersebut(Arfianto et al., 2018).

Selain permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup, persoalan tentang perlindungan nelayan melalui Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) atau Rancangan Peraturan Bupati (RAPERBUP) harus segera dilakukan secara merata dan menyeluruh. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah hak bagi setiap pekerja di bidang formal atau informal, salah satunya adalah nelayan. Nelayan memiliki potensi risiko kecelakan kerja yang tinggi. Seiring tingginya risiko yang dihadapi nelayan, maka dibutuhkan suatu perlindungan kerja yang setara. Asuransi merupakan salah satu bentuk jaminan yang dianggap dapat melindungi nelayan saat pergi melaut. Rancangan tersebut harapannya menjadi angin segar bagi nelayan untuk mendapatkan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat.

BBM (Bahan Bakar Minyak) merupakan komponen penting dalam suatu operasi penangkapan ikan, komponen ini menyumbang 60% dari total biaya operasi. Besar kecilnya BBM yang digunakan untuk melaut, dipengaruhi dari besaran ukuran kapal, jangka waktu melaut, banyaknya perjalanan dan jarak yang ditempuh. Hasil survei yang dilakukan oleh Koalisi untuk ketahanan usaha perikanan nelayan (KUSUKA) menyebutkan bahwa 82% nelayan di Indonesia sulit mengakses Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Permasalahan ini disebabkan berbagai faktor, seperti rumitnya administrasi hingga minimnya infrastruktur. Sedangkan menurut KUSUKA, 90% adalah kategori nelayan kecil dengan 11,34% dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara, pembelian bahan bakar mencakup 60-70% dari biaya melaut. Oleh karenanya, dukungan negara terhadap bahan bakar melaut dapat meningkatkan pendapatan dan nilai tukar nelayan.

Persoalan lain yang menjadikan sulitnya nelayan mengakses BBM bersubsidi adalah karena minimnya infrastruktur Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum Nelayan (SPBUN). Sampai tahun 2023 selesai, baru terdapat 397 unit SPBUN. Angka tersebut dianggap tidak sebanding dengan kampung nelayan yang tersebar di lebih dari 10 ribu desa pesisir. Dalam kasus pendataan pun, nelayan tradisional dan kecil masih belum mendapatkan BBM secara merata. rendahnya akses BBM bersubsidi oleh nelayan diperkirakan karena teknis pencatatan di bidang penyaluran bahan bakar yang kurang maksimal

Dalam hal ini maka, kami mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi
dan perbaikan secara menyeluruh, diantaranya :

  1. Berikan jaminan hidup yang layak bagi nelayan
  2. Revisi peraturan hukum subsidi BBM untuk nelayan kecil agar persyaratan
    dan prosedurnya mudah.
  3. Revisi Penggunaan Kartu Pelaku Utama Sektor Kelautan dan Perikanan
    (Kartu KUSUKA) untuk akses subsidi BBM solar, yang sistem informasi
    dan teknologinya terintegrasi dengan lintas kementerian, badan, atau
    lembaga.
  4. Melakukan penyaluran subsidi BBM solar melalui program solar untuk
    koperasi nelayan.
  5. Penambahan infrastruktur dan digitalisasi berkemajuan di setiap sektor
    perikanan.
  6. Melakukan pemerataan perlindungan keselamatan dan kesehatan nelayan
    melalui Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) atau Rancangan
    Peraturan Bupati (RAPERBUP).
  7. Melakukan pengembangan Kampung Terpadu agar nelayan mendapatkan
    akses yang mudah dalam sistem pemasaran
  8. Adili dan hukum instansi, lembaga, atau badan yang melanggar dan atau
    penyelewengan hukum yang menyebabkan kerugian terhadap manusia atau
    alam sesuai undang-undang yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA


Arfianto, A. Z., Rahmat, M. B., Setiyoko, A. S., Handoko, C. R., Hasin, M. K., Utari, D. A.,
Widodo, H. A., & Aminudin, A. (2018). Perangkat Informasi Dini Batas Wilayah Perairan
Indonesia Untuk Nelayan Tradisional Berbasis Arduino Dan Modul Gps Neo-6M. Joutica,
3(2), 163. https://doi.org/10.30736/jti.v3i2.229
Azwira Rahim, 2023. Analisis Pendapatan Nelayan di Pulau Kodingareng Lompo
Makassar. Skripsi : Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Hasanudin Makassar.
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. (2023). Hasil Nilai Tukar Nelayan (NTN) 2023 di Pulau Jawa.
Laporan Statistik, Badan Pusat Statistik,.
Geovani Meiwanda, Nur Laila Meilani, dan K. A. (n.d.). Komunitarian Masyarakat Nelayan
Indonesia Kawasan Pesisir Rupat Utara. 2–9.
Ikhsan, F., & Fitrisia, A. (2024). Nelayan Ikan Bilih : Kehidupan Sosial Ekonomi Di Danau
Singkarak Nagari Simawang Kabupaten Tanah Datar (2000-2022). Jurnal Kronologi, 5(4),
145–156. https://doi.org/10.24036/jk.v5i4.767
Paembong, B., Muhibuddin, A., & Syafri, S. (2023). Dampak Pembangunan Center Point Of
Indonesia Terhadap Pendapatan Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Mariso Kota
Makassar. Urban and Regional Studies Journal, 6(1), 115–122.
https://doi.org/10.35965/ursj.v6i1.3802
Piliang, P., & Utomo, D. P. (2021). Sistem Pendukung Keputusan Dalam Pemilihan Team Survei
Terbaik Pada Serikat Nelayan Indonesia Menggunakan Metode Occupational Repetitive
Action ( OCRA ). Konferensi Nasional Teknologi Informasi Dan Komputer, 5(1), 136–142.
https://doi.org/10.30865/komik.v5i1.3662
Rachman, M. (2013). Forum ilmu sosial. Forum Ilmu Sosial, 40(2), 178–188.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/FIS JURNAL
Ramadhan, A., Yuliati, C., & Koeshendrajana, S. (2017). Indeks Sosial Ekonomi Rumah Tangga
Nelayan Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 12(2), 235.
https://doi.org/10.15578/jsekp.v12i2.6497
Retnowati, E. (2011). Nelayan Indonesia Dalam Pusaran Kemiskinan Struktural (Perspektif Sosial,
Ekonomi Dan Hukum). Perspektif, 16(3), 149. https://doi.org/10.30742/perspektif.v16i3.79
Royandi, E. (2019). Kemiskinan Nelayan Dan Keberlanjutan Sumberdaya Laut Di Pelabuhanratu
Jawa Barat Indonesia. JCIC : Jurnal CIC Lembaga Riset Dan Konsultan Sosial, 1(1), 27–36.
https://doi.org/10.51486/jbo.v1i1.3
Sari, I. A., Riniwati, H., & Harahap, N. (2015). Strategi Pemasaran Dalam Meningkatkan Volume
Penjualan Pada PT Hatni (Hasil Alam Tani Nelayan Indonesia) Di Desa Tlogosadang
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Jurnal ESCOFim, 3(1), 16–26.
Sari, N. P. (2020). PENGARUH MODAL INTELEKTUAL TERHADAP KINERJA BISNIS
PADA UKM DI KABUPATEN SIDOARJO ( Studi Empiris pada UKM di Bidang Industri )
Nurul Puspita Sari Jurusan Akuntansi , Fakultas Ekonomi , Universitas Negeri Surabaya ,
Indonesia. Jurnal Akuntansi Unesa, 8(3), 1–8.
https://core.ac.uk/download/pdf/288283217.pdf
Sasmita, A. I. (2021). Diplomasi Maritim Indonesia dalam Kasus Illegal Fishing oleh Nelayan
Vietnam Tahun 2018-2019. Jurnal Hubungan Internasional, 14(1), 81.
https://doi.org/10.20473/jhi.v14i1.21645
Suci, S. Z., Humaizi, H., Zulkifli, Z., Saladin, T. I., & Manurung, R. (2023). Pola Pengasuhan dan
Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Nelayan di Indonesia. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 7(1), 1142–1152. https://doi.org/10.31004/obsesi.v7i1.2689
Sri Wulandari. (2023)Aktivitas Kehidupan Komunitas Nelayan (Studi di Desa Masaloka
Selatan Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya Kabupaten Bombana).
Gameinschaft: Jurnal Masyarakat Pesisir dan Pedesaan.
Tanjung, N. S. (2023). Struktur Sosial Dalam Masyarakat Nelayan di Rempang Kepulauan Riau.
Jurnal Hukum Dan HAM Wara Sains, 2(11), 1073–1080.
https://doi.org/10.58812/jhhws.v2i11.801

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *