Kartini masa kini : menopang stigma perempuan sebagai stara kedua dimuka bumi atau Indonesia

Kartini masa kini : menopang stigma perempuan sebagai stara kedua dimuka bumi atau Indonesia

RA. Kartini, yang berasal dari keluarga priyayi, lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. RA. Kartini yang memiliki nama panjang Raden Adjeng Kartini ini ialah anak perempuan dari seorang patih yang kemudian diangkat menjadi bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ibu dari Kartini memiliki nama M.A. Ngasirah, istri pertama dari Sosroningrat yang bekerja sebagai guru agama di salah satu sekolah di Telukawur, Jepara. Silsilah keluarga Kartini dari ayahnya, bisa dilacak terus hingga Sultan Hamengkubuwono IV, dan garis keturunan Sosroningrat sendiri bisa terus ditelusuri hingga pada masa Kerajaan Majapahit. Hasyim, M.(2016).

Kartini dikenal sebagai wanita yang mempelopori kesetaraan derajat antara wanita dan pria di Indonesia. Hal ini dimulai ketika Kartini merasakan banyaknya diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita pada masa itu, dimana beberapa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan. Kartini sendiri mengalami kejadian ini ketika ia tidak diperbolehkan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Kartini sering berkorespondensi dengan teman temannya di luar negeri, dan akhirnya surat-surat tersebut dikumpulkan oleh Abendanon dan diterbitkan sebagai buku dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Secara historis perempuan seakan-akan menjadi entitas yang diperlakukan tidak manusiawi. Sejarah Dunia ketika Islam lahir tahun 570 M, dan keberadaan dunia saat itu memposisikan wanita secara rendah. Sejarah Yunani menyebutkan, bahwa di Yunani wanita dianggap sebagai penyebab segala penderitaan dan musibah. Ketika tamu datang istri diperlakukan sebagai budak atau pelayan. Istri diberi kebebasan untuk melacur atau berzina. Kalau itu terjadi si wanita sangatlah terhormat. Dalam hal sexual pun Yunani mempunyai dewa cinta yang disebut “Kupid” (Gayo, 2010 770).

Di masa Yunani kuno wanita dipaksa memikul dengan tanpa persetujuannya, karena memang persetujuan di anggap sebagai sesuatu yang tidak perlu. Orang tua mengharuskan putrinya tunduk sepenuhnya pada kehendak mereka, meskipun harus menikah dengan orang yang tidak ia sukai. Wanita-wanita Yunani harus tetap selalu mentaati segala sesuatu yang datang dari laki laki, apakah dia itu ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya bahkan paman-pamannya. Begitupun pada masa romawi dan lainya perempuan hanya di anggap sebagai budak yang memberikan kepuasan kepada laki-laki dan juga Wanita dipandang sebagai sumber dosa dan sumber dari kerusakan akhlak dan agama. Magdalena, R. (2018).

Pada zaman dulu perempuan di anggap makhluk paling lemah dan tidak boleh berpendidikan tinggi dan hany betugas di rumah untuk melayani suami dan megerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan Sumur Kasur dan Dapur, bahkan perempuan juga bisa di bunuh karena kehadiran mereka di anggap membawa sial dan tidak di butuhkan. Bahkan seorang ayah tega mengubur hidup-hidup putrinya yang baru lahir dikarenakan kehadiranya di anggap membawa sial dan bencana.

Namun saat ini sudah banyak perempuan yang meenyuarakan pendapatnya dan memperjuangkan hak-haknya, Banyak yang mengatakan, saat ini emansipasi wanita telah berjalan dengan baik. Posisi wanita di berbagai bidang telah telah banyak diakui. Namun demikian, benarkah realita demikian yang terjadi?? Perlu kiranya hal tersebut dikaji lagi, bukan untuk mempertanyakan dan meragukan, namun untuk lebih mengetahui apa yang terjadi sebenarnya pada wanita masa kini. Berbagai gerakan dan usaha mendorong adanya emansipasi perempuan hingga saat ini masih berjuang mancapai keberhasilannya. Gerakan emansipasi ini berusaha mewujudkan disegala lini kehidupan, akan adanya persamaan hak dan kedudukan atau posisi sosial politik yang sama antara pria dan perempuan. Watie, E. D. S. (2016).

Emansipasi Wanita mengenai Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Kesetaraan gender juga tidak diartikan segala sesuatunya harus mutlak sama dengan laki-laki, sebab masing-masing jenis kelamin memiliki kekhasan sendiri sendiri. Perempuan memiliki kekhasan yang berbeda dengan laki laki. Namun, sangat di sayangkan sampai saat ini perempuan sering dianggap sebagai sosok pelengkap. Ketidakadilan gender ini sering terjadi dalam keluarga dan masyarakat, bahkan dalam dunia pekerjaan pun terjadi diskriminatif atau ketidakadilan gender dalam berbagai bentuk adanya.

Oleh karenanya, di era saat ini perlu adanya sosialisasi yang terus menerus bahwa perempuan juga mempunyai hak untuk berkedudukan setara dengan laki-laki. Penyempurnaan perangkat hukum menjadi penting adanya, hal ini menjadi bukti bahwa pemerintah andil dalam kesetaraan gender dan melindungi adanya berbagai bentuk penyimpangan gender serta peningkatan partisipasi masyarakat. Tujuannya sebenarnya cukup sederhana, agar semuanya seimbang, setara, adil, wujud impian kita semua. Kesetaraan Gender menjadi perjuangan Kartini yang tetap harus kita perjuangkan sampai hari ini dan kapan pun.

Tak dapat kita pungkiri, hari ini masih banyak sekali terjadi praktik-praktik yang diskriminatif terhadap perempuan. Sesungguhnya, perjuangan perempuan Indonesia belum lah selesai, pencapaian IPG (Indeks Pembangunan Gender) dan IDG (Indeks Pendayagunaan Gender) masih dirasa masih berjalan lambat, kekerasan masih terus dialami, dan tingkat kesejahteraan lainnya juga masih rendah. Ketimpangan antara perempuan dan laki-laki sangat terlihat dalam hal ekonomi.

Namun pada hari ini perempuan sudah memiliki hak yang setara dengan laki-laki salah satunya dalam hal Pendidikan, perempuan juga di perbolehkan mengenyam Pendidikan tinggi dan berkiprah di dunia kerja baik politik maupun non politik , tak banyak perempuan yang menjadi publik figure yang menginspirasi perempuan lain bahwa perempuan bisa dan mampu setara dengan laki-laki. Walau pada kenyataanya sampai saat ini masih banyak hal-hal yang berbau patriarki yang meletakkan perempuan sebagai nomor dua , salah satu contohnya banyak anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan yang berpendidikan tinggi akan menyaingi peran laki-laki dan kebanyakan dalam masyarakat mengatakan jika perempuan berpendidikan tinggi akan membuat laki-laki minder dan tidak mau menikahi perempuan tersebut. Namun hal tersebut dapat berjalan bersama tanpa meninggalkan salah satunya, perempuan yang bependidikan tinggi tetap bisa menjadi istri yang baik serta tidak kehilangan peranya sebagai seorang istri dan juga ibu.

Hal tersebut tercantum dalam UUD 1945 mengenai hak asasi perempuan dalam peraturan perundang-undagan Indonesia yaitu Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjelaskan adanya pengakuan terhadap prinsip persamaan bagi seluruh warga negara tanpa kecuali. Prinsip persamaan ini menghapuskan diskriminasi, karenanya setiap warga negara mempunyai hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan tanpa memandang agama, suku, jenis kelamin, kedudukan, dan golongan. Dengan adanya pengakuan persamaan hak warga negara, berarti antara laki-laki dengan perempuan tidak ada perbedaan. Diakuinya prinsip persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan di dalam UUD menunjukkan para pendiri negara Indonesia, sebelum mendirikan negara, sadar betul tentang arti pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia itu. Kania, D. (2015).

Secara yuridis, dalam tataran internasional maupun nasional, Instrumen hukum dan peraturan perundang-undangan Indonesia mengakui tentang adanya prinsip persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Namun, dalam tataran implementasi penyelenggaraan bernegara, diskriminasi dan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan selalu tertinggal dan termarjinalkan dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, maupun dalam bidang politik. Salah satu penyebabnya adalah budaya patriarkhi yang berkembang dalam masyarakat adat Indonesia. Pada masyarakat dengan budaya patriarkhi, laki-laki lebih berperan dalam memegang kekuasaan, yang secara otomatis dapat mendegradasi peran dan keberadaan perempuan perempuan . Dengan mengikuti prinsip persamaan hak dalam segala bidang, maka baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak atau kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga apabila terjadi diskriminasi terhadap perempuan, hal itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi perempuan.

Dalam hal ini maka, kami mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi dan perbaikan
secara menyeluruh, diantaranya :

  1. Berikan jaminan hidup yang layak bagi perempuan
  2. Berikan perlindungan terhadaap perempuan dari kekerasan gender
  3. Berikan jaminan bependidikan yang tinggi bagi perempuan
  4. Berikan jaminan lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan
  5. Berikan hak untuk terjun di dunia publik maupun domestik yang setara antara laki-laki
    dan perempuan
  6. Berikan hal yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang

DAFTAR PUSTAKA
Fithriyyah, M. U. (2022). Kartini; Sang Perempuan Inspirator. Riau Pos.
Hasyim, M. (2016). Semiotika Fashion atas Perayaaan Hari Kartini. In Prosiding
International Seminar On Kartini In Zaman Baru: Reflections On The Condition Of Contemporary
Indonesia Women (pp. 71-82).
Kania, D. (2015). Hak asasi perempuan dalam Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia: The rights of women in Indonesian laws and regulations. Jurnal Konstitusi, 12(4), 716
734
Magdalena, R. (2018). Kedudukan perempuan dalam perjalanan sejarah (studi tentang
kedudukan perempuan dalam masyarakat Islam). Harakat An-Nisa: Jurnal Studi Gender Dan
Anak, 2(1).
Sucipto, A. D. (2020). Wacana Feminisme dalam Catatan Najwa Spesial Hari
Kartini. Kalijaga Journal of Communication, 2(2), 153-166.
Watie, E. D. S. (2016). Representasi Wanita Dalam Media Massa Masa Kini. Jurnal The
Messenger, 2(2), 1-10.

Lussi Murni

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *